Selamat Datang Di APITAIK MEDIA

Al Qur'an Pada Masa Rasulullah

Al Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagai kitab suci terakhir untuk dijadikan petunjuk dan pedoman hidup dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.


Al Qur’an penuh dengan petunjuk, undang-undang dan hukum, diturunkan sebagai pokok-pokok keterangan yang tidak dapat disangkal lagi kebenarannya – Mu’jizat – Al Qur’an membekali kita dengan berbagai prinsip dan kaidah-kaidah umum serta dasar-dasar ajaran yang menyeluruh. Allah SWT telah menugaskan Rasul-Nya Muhammad Saw agar menjelaskan kepada manusia atas segala sesuatu yang tersirat di dalam semua prinsip, kaidah dan ajaran pokok tersebut secara terperinci, bagian demi bagian, termasuk cabang dan rantingya. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl : 44)





Artinya :

“Telah Kami turunkan kepadamu (Hai Muhammad) Al Qur’an, agar engkau menjelaskan kepada ummat manusia apa yang diturunkan kepada mereka (Al Qur’an) supaya mereka berfikir.”

Sudah barang tentu kunci memahami dan membuka pintu pengertian tentang agama, seruan, risalah dan syari’at Islam tidak lain kecuali dengan jalan menafsirkan secara benar dan tepat Kitab Allah yang mulia itu, yang tidak mengandung kesalahan dan kekeliruan baik secara terang-terangan maupun secara samar-samar, yang ada adalah kitab suci dari Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.

Al Qur’anul Karim turun kepada Nabi Muhammad yang tidak bisa baca tulis (ummi). Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al Qur’an yang diturunkan. Setelah itu, membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafalnya serta memantapkannya. Yang jelas Nabi adalah seorang yang Umi dan diutus Allah dikalangan orang-orang yang kebanyakan ummi pula.

Bangsa Arab pada saat itu belum banyak yang dapat membaca dan menulis, namun pada umumnya mereka memiliki daya ingatan yang sangat kuat. Pada setiap kali Rasulullah saw menerima wahyu yang berupa ayat-ayat Al Qur’an beliau membacanya di depan para sahabat, kemudian para sahabat menghafalkan ayat-ayat tersebut sampai hafal di luar kepala. Namun demikian Beliau menyuruh Kutab (penulis wahyu) untuk menuliskan ayat-ayat yang baru diterimanya.

Tulisan-tulisan yang ditulis para penulis wahyu itu disimpan di rumah Rasul. Disamping itu mereka juga menulis untuk mereka sendiri. Disaat-saat Rasul masih hidup Al Qur’an belum dikumpulkan di dalam mushaf (buku yang berjilid). Adapun caranya mereka menuliskannya pada pelepah-pelepah kurma, kepingan batu, kulit/daun kayu, tulang binatang dan sebagainya. Hal itu karena pabrik/perusahaan kertas di kalangan bangsa Arab belum ada, yang ada baru di negeri-negeri lain seperti Persi dan Romawi tetapi masih sangat kurang dan tidak disebarkan. Orang-orang Arab menulisnya sesuai dengan perlengkapan yang dimiliki dan pantas dipergunakan untuk menulis.

Bangsa Arab pada masa turunnya Al Qur’an berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya pikirannya begitu terbuka. Orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-ratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab keturunannya. Mereka dapat mengungkapkannya di luar kepala dan mengetahui sejarahnya. Jarang sekali diantara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut atau tidak hafal.

Al Qur’an datang kepada mereka dengan jelas dan tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum, akal pikiran mereka tertimpa dengan Al Qur’an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al Qur’an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka meninggalkan syair-syair karena merasa memperoleh ruh – jiwa – dari Al Qur’an.

Pada masa Islam disebarkan secara sembunyi-sembunyi, para sahabat mempelajari Al Qur’an di suatu rumah milik Zaed bin Al Arqam, disanalah mereka berkumpul mempelajarinya serta memahami kandungan ayat-ayat yang telah diturunkan dengan jalan bermudarasah, bertadarus dan dikala umat Islam telah berhijrah ke Madinah, dan Islam telah tersebar ke qabilah-qabilah Arab, mulailah para sahabat yang menghafal Al Qur’an pergi ke kampung-kampung, ke dusun-dusun menemui qabilah-qabilah yang telah islam untuk mengajarkan Al Qur’an kemudian pada tiap-tiap merka yang telah mempelajarinya dibebankan mengajari teman-temannya yang belum mengetahui.

Sudah menjadi ciri khas bagi umat Muhammad bahwa kitab suci Al Qur’an bisa dihafal dalam hati. Dalam menukilkannya berpedoman pada hati dan dada, tidak cukup hanya dengan berdasarkan tulisan dalam bentuk lembaran dan catatan, berbeda halnya dengan ahli kitab, mereka tak seorangpun yang hafal akan Taurat dan Injil. Dalam mengabadikannya mereka hanya berpedoman dengan bentuk tulisan, mereka tidak membacanya dengan penuh seksama kecuali sekilas pandang tidak dengan penuh penghayatan, karena itu masuklah unsur-unsur perubahan dan pergantian pada keduanya. Berbeda halnya dengan Al Qur’an ia telah dipelihara oleh Allah SWT dengan berupa pertolongan Illahi dengan mudah menghafalnya. Firman Allah dalam Q.S. Al Qamar : 17 .





Artinya:

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan untuk pelajaran, maka adakah orang yang memberi pelajaran?” (Q.S. Al Qamar : 17).

Tidak diragukan lagi hal tersebut merupakan suatu pertolongan Allah khusus untuk Al Qur’an serta merupakan prioritas dan keistimewaan yang luar biasa kepada umat Muhammad, dimana Allah telah menjadikan Al Qur’an dalam dada dan ia menurunkan suatu kitab yang tidak hancur direndam air.

Ada beberapa factor yang menjamin kemurnian Al Qur’an pada masa itu, diantaranya hafalan yang sangat kuat dari para sahabat, naskah Al Qur’an yang ditulis untuk Nabi, naskah yang ditulis para sahabat penulis wahyu untuk diri mereka sendiri, dan tadarrus Al Qur’an yang dilakukan oleh Malaikat Jibril dan Nabi setiap tahun sekali. Dalam sebuah riwayat Bukhari sebagai berikut:





Artinya:

“Sesungguhnya Jibril mentadaruskan Al Qur’an kepadaku setiap tahun sekali. Dan Jibril mentadaruskan kepadaku tahun ini dua kali. Dan aku berpendapat bahwa telah datang ajalku.”

Dan yang terakhir adalah ceking nabi terhadap hafalan para sahabat setiap saat. Semua ini memang diatur oleh Allah sesuai dengan firmannya dalam Q.S. Al Hijr: 9.



Artinya:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al Hijr : 9)